Mubaligh Hijrah, Program Sekolah yang Rada Beresiko
Setiap tahun, sekolahku mengadakan program peluncuran siswi kelas 5 (kelas 11 SMA) ke daerah-daerah di DIY dan sebagian kecil Jawa Tengah untuk ya istilahnya membantu kegiatan ramadhan di daerah tsb, Mubaligh Hijrah namanya (disingkat : MH). Sayangnya banyak juga complain yang datang dari guru-gurunya sendiri. Iya, datang dari guru-guru! Katanya, siswi-siswi tidak sopan, hanya tidur-tiduran, tidak membantu. Nah, yang membuat bingung adalah mengapa hal itu tidak menjadi evaluasi program MH tahun berikutnya. Sekolahku terlalu ambisius mengirimkan siswi ke banyak daerah sehingga tidak jarang sekolah tidak memedulikan standar siswi yang akan diberangkatkan MH. Standar nya pun juga tidak jelas. Melalui sebuah diskusi kecil, temanku pernah mengatakan, 'Bagaimana jika standarnya ditentukan per daerah? Maksudnya adalah sekolah survey dulu ke daerahnya, anak 'tipe' apa yang dibutuhkan disana?' aku lalu menyetujuinya. Hal itu juga bisa menjadi saran untuk program ini.
Yang aku ingin sampaikan adalah mengenai pelaksanaan program ini sendiri.
1. Diadakan open recruitment dan seleksi yang ketat
Open recruitment digunakan untuk mengetahui seberapa minat anak terhadap program ini. Dengan begitu, akan lebih mudah melaksanakannya jika ada minat. Nah, seleksi dilakukan untuk mengetahui potensi anak, sehingga sekolah tidak akan malu-malu amat apabila mengirimkan anak ini ke luar area sekolah. Dengan adanya open recruitment dan seleksi, jika anak itu diterima maka akan ada 'sensasi' tanggung jawab yang akan dirasakan. Sesuatu seperti, "Aku sudah diseleksi dan diterima, aku harus menjalani ini sebaik-baiknya" atau mungkin bagi sebagian (orang aneh), "Udah capek-capek seleksi masa mau nggak amanah!"
2. Ditempatkan sesuai standar yang sudah ditetapkan per daerah
Misalnya, di daerah A membutuhkan anak yang pintar mengaji dan suaranya bagus, dikarenakan kurang tenaga untuk yang mengaji di masjid sebelum berbuka. Mengapa perlu? Karena kadang ada anak yang jobless, karena hal yang ia bisa sudah dilakukakan anak lain.
3. Melakukan survey 1 tahun sebelumnya atau minimal 9 bulan sebelumnya
Hal ini sangat perlu dilakukan mengingat ada anak dari SMA lain yang juga mengadakan program serupa di daerah yang sama dan sering terjadi percek-cokan dan siswi dari sekolahku sering kalah karena masalah jumlah (dan mungkin karena skill yang tidak begitu kuat :( )
4. Diadakan pelatihan yang lama (jangan cuma 3 hari itupun geje)
Menurutku, pelatihannya lebih ke pelajaran-pelajaran agama dan cara mengajar ngaji yang benar. Bagi sebagian anak yang perlu dilatih cara mengaji. Lalu dibagikan modul berisi hal-hal yang bisa dilakukan di MH, lagu-lagu gubahan, permainan, dsb. (swear kami kayak gak punya persiapan apa-apa dan kopong blong!) Sekolah juga harusnya membuatkan checklist atau data-data yang harus dilakukan di MH.
5. Cara amannya adalah MH di rumah diawasi dan didampingi oleh orang tua
Menurutku ini cara yang tepat! Selain tidak harus menggotong nama sekolah yang seberat Mount Everest, kita juga bisa membantu di negeri sendiri. Orang tua bisa menjadi supervisor yang galak dan madrasah juga bisa ikut mengawasi melalui kontak dengan orang tua (kemajuan teknologi hellaw). Tetapi kelemahannya adalah, madrasah tidak langsung mengawasi anak, dan kadang anak di rumah malah lebih males daripada homestay di rumah orang lain. Iyasih, mungkin bisa dipikirin lagi kalo yang ini, tapi bisa juga di homestay di rumah tetangga yang agak jauh atau gimana (halaaah).
Hanya itu yang dapat saya sampaikan, dari dalam lubuk hati yang paling dalam.
Calon Anak MH yang Tidak Tahu Apa-apa dan Berangkat Besok.
Yang aku ingin sampaikan adalah mengenai pelaksanaan program ini sendiri.
1. Diadakan open recruitment dan seleksi yang ketat
Open recruitment digunakan untuk mengetahui seberapa minat anak terhadap program ini. Dengan begitu, akan lebih mudah melaksanakannya jika ada minat. Nah, seleksi dilakukan untuk mengetahui potensi anak, sehingga sekolah tidak akan malu-malu amat apabila mengirimkan anak ini ke luar area sekolah. Dengan adanya open recruitment dan seleksi, jika anak itu diterima maka akan ada 'sensasi' tanggung jawab yang akan dirasakan. Sesuatu seperti, "Aku sudah diseleksi dan diterima, aku harus menjalani ini sebaik-baiknya" atau mungkin bagi sebagian (orang aneh), "Udah capek-capek seleksi masa mau nggak amanah!"
2. Ditempatkan sesuai standar yang sudah ditetapkan per daerah
Misalnya, di daerah A membutuhkan anak yang pintar mengaji dan suaranya bagus, dikarenakan kurang tenaga untuk yang mengaji di masjid sebelum berbuka. Mengapa perlu? Karena kadang ada anak yang jobless, karena hal yang ia bisa sudah dilakukakan anak lain.
3. Melakukan survey 1 tahun sebelumnya atau minimal 9 bulan sebelumnya
Hal ini sangat perlu dilakukan mengingat ada anak dari SMA lain yang juga mengadakan program serupa di daerah yang sama dan sering terjadi percek-cokan dan siswi dari sekolahku sering kalah karena masalah jumlah (dan mungkin karena skill yang tidak begitu kuat :( )
4. Diadakan pelatihan yang lama (jangan cuma 3 hari itupun geje)
Menurutku, pelatihannya lebih ke pelajaran-pelajaran agama dan cara mengajar ngaji yang benar. Bagi sebagian anak yang perlu dilatih cara mengaji. Lalu dibagikan modul berisi hal-hal yang bisa dilakukan di MH, lagu-lagu gubahan, permainan, dsb. (swear kami kayak gak punya persiapan apa-apa dan kopong blong!) Sekolah juga harusnya membuatkan checklist atau data-data yang harus dilakukan di MH.
5. Cara amannya adalah MH di rumah diawasi dan didampingi oleh orang tua
Menurutku ini cara yang tepat! Selain tidak harus menggotong nama sekolah yang seberat Mount Everest, kita juga bisa membantu di negeri sendiri. Orang tua bisa menjadi supervisor yang galak dan madrasah juga bisa ikut mengawasi melalui kontak dengan orang tua (kemajuan teknologi hellaw). Tetapi kelemahannya adalah, madrasah tidak langsung mengawasi anak, dan kadang anak di rumah malah lebih males daripada homestay di rumah orang lain. Iyasih, mungkin bisa dipikirin lagi kalo yang ini, tapi bisa juga di homestay di rumah tetangga yang agak jauh atau gimana (halaaah).
Hanya itu yang dapat saya sampaikan, dari dalam lubuk hati yang paling dalam.
Calon Anak MH yang Tidak Tahu Apa-apa dan Berangkat Besok.
Komentar
Posting Komentar